Bersahabat dengan Masalah

1

Written on 4:34 PM by Gredinov Sumanta Malsad

Siapa yang mau punya masalah? Suka atau tidak, manusia hidup tidak pernah lepas dari masalah. Masalah timbul kalau ada perbedaan atau kesenjangan antara apa yang diharapkan dan kenyataan yang terjadi. Apa yang perlu kita lakukan adalah menghadapinya dengan bijak dan juga cerdas. Bagaimana dong?

Pertama, usahakan sebisa mungkin untuk menghindari beberapa tindakan yang sudah menjadi ciri khasnya orang yang terkena masalah, yakni :

1. Mengasingkan diri
Kita merasa diri paling celaka atau sial kalau mendapatkan masalah jadi lebih nyaman kalau menyendiri, karena merasa orang lain lebih beruntung.
2. Lepas kontrol
Ada masalah biasanya emosi jadi lepas dan tidak terkontrol. Akibatnya tanpa disadari kita malah buat masalah baru lagi.
3. Cari kambing hitam
Biasanya ini kita lakukan demi harga diri, demi gengsi lalu mencari sesuatu atau orang lain yang dianggap sebagai penyebab timbulnya masalah.
4. Mudah menyerah
Kita langsung menyerah karena tidak berani menanggung resiko apa pun. Akibatnya kita enggak akan berani melangkah sejengkal pun untuk mengatasi masalah tersebut.

Langkah kedua, hadapi masalah dengan pikiran positif. Ikuti deh saran-saran di bawah ini :

1. Lakukan instropeksi
“Saya bertanggung jawab terhadap diri saya”. Artinya, cari tahu apakah masalah muncul karena kesalahan kita atau ada sumbangan kita pada masalah tersebut. Kesadaran ini bisa membuka langkah dalam mencari pemecahannya pada tahap berikutnya.
2. Cari sisi indah atau positif
Hidup akan terus berputar biar kita punya masalah segunung. Kita masih bisa kok menikmati hal-hal yang indah atau manis. Nah, cari dan ingat terus pengalaman-pengalaman yang menyenangkan itu. Cara ini ampuh untuk mendapatkan ide buat memecahkan masalah yang ada, dan emosi kita pun jadi lebih terkendali.
3. Rela berjuang
Masalah harus dicari jalan keluarnya, bukan untuk dihindari atau dilupakan. Menunda masalah bisa menambah masalah baru. Biarpun berat, kita harus belajar memecahkan masalah yang kita hadapi. Jangan mudah pasrah dan menyerah. Lawan semua perasaan itu. Ini bisa jadi jalan menjadi dewasa lho.
4. Berbagi cerita
Curhat dengan teman, orang tua, saudara atau orang yang tepat bisa membantu kita untuk memecahkan masalah tersebut. Atau sekurangnya dengan berbagi dapat meringankan beban yang sedang kita hadapi.
5. Rajin berdoa
Tidak ada yang lebih mengasihi, mencintai, membantu dan menolong kita kecuali Tuhan yang menjadikan kita. Mendekatkan diri dan meminta tolong kepada-Nya adalah tindakan yang sangat tepat karena Tuhan memang Maha Penolong.

Nah, dengan berpikiran positif kita jadi mengerti ternyata di balik semua masalah yang ada tersimpan hikmah yang bagus banget buat perkembangan jiwa kita. Ini dia manfaat kalau punya masalah :

1. Lebih memahami dan menyadari diri, termasuk kekurangan dan kelebihan kita.
2. Mendorong untuk berpikir lebih kreatif dan alternatif.
3. Meningkatkan ketahanan stres dalam hidup.
4. Meningkatkan kesadaran atas nilai-nilai keagamaan.

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup

0

Written on 8:17 PM by Gredinov Sumanta Malsad

narasumber

Pendahuluan

Lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan Indonesia berada di ambang kehancuran akibat over-eksploitasi selama 32 tahun. Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab dan tanggung gugat dari pelaksana negara, rakyat semakin terpinggirkan dan termarjinalkan haknya, sementara perusakan lingkungan dan sumber kehidupan berlangsung di depan mata.

Keadaan ini kian memburuk seiring dengan reformasi yang setengah hati. Isu dan permasalahan lingkungan dan sumber kehidupan tidak menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. Akibatnya, korban akibat konflik dan salah urus kebijakan terus bertambah dan yang lebih menyedihkan sebagian besar adalah kelompok masyarakat yang rentan.

Salah urus ini terjadi akibat paradigma pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang digunakan. Sumber-sumber penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu, akses dan kontrol ditentukan oleh siapa yang punya akses terhadap kekuasaan. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang perlu kedisplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu cara cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan[i] (Sen, 1999)

Sumber penghidupan dilihat dari nilai ekonomi yang bisa dihasilkan, sumberdaya hutan disempitkan menjadi kayu, sumberdaya laut hanya ikan dan sebagainya. Sumber-sumber kehidupan tidak pernah dilihat sebagai sumber penghidupan yang utuh dimana fungsi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya melekat padanya. Akibatnya pendekatan yang digunakan dengan kerangka eksploitasi tersebut, maka negara menghegemoni rakyat dalam pengaturan sumber-sumber kehidupan. Eskalasi konflik yang terkait dengan sumber-sumber penghidupan belakangan ini menjadi contoh nyata dari salah urus yang terjadi.

Menyadari kondisi yang semakin kritis tersebut, WALHI mengkaji kebijakan pengelolaan sumber-sumber kehidupan yang ada. Kajian tersebut difokuskan pada kebijakan nasional yang terkait dan seting kelembagaan yang ada saat ini. WALHI juga mengusulkan prasyarat kebijakan dan kelembagaan yang harus ada untuk mewujudkan pengelolaan sumber penghidupan yang lebih baik.

Ekonomi Politik Sumber-Sumber Kehidupan

Sumber-sumber kehidupan yang dimaksud oleh WALHI adalah segala sumber hidup rakyat, baik sumber hayati maupun non-hayati, terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber kehidupan ini mengalami ancaman karena tingginya konflik kepentingan untuk mengakses dan mengontrol sumber kehidupan tersebut.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 memperburuk kondisi dan menurunkan daya dukung sumber-sumber kehidupan. Dalam kebijakan ekonomi, perlu disadari bahwa masalah kerusakan sumber kehidupan bukan sekedar masalah lingkungan atau sosial. Bagi Indonesia, hal itu berarti juga ancaman bagi masa depan bangsa ini sendiri.

Penyusutan luasan kawasan hutan produksi, terutama di bioregion Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi diikutyi oleh perubahan penutupan lahan yang mengindikasikan adanya penurunan penutupan hutan yang cukup signifikan. Berdasarkan Statistik Kehutanan 1993, selama delapan tahun hingga tahun 2001 luas hutan telah mengalami penyusutan sebesar 32.2 juta hektar. Data resmi terakhir menyatakan bahwa kawasan hutan yang rusak di seluruh Indonesia mencapai 43 juta hektar, dengan laju deforestasi rata2 1,6-2.4 juta hektar/tahun.[ii]

Untuk sumberdaya pesisir dan laut, situasi juga tidak lebih baik dari sumberdaya daratan. Terumbu karang di Indonesia semakin menyusut akibat penangkapan ikan dengan cara yang merusak dan berlebihan, pencemaran, pembangunan kawasan pesisir dan sedimentasi. Antara 1989 dan 2000, terumbu dengan tutupan karang menyusut dari 36% menjadi 29%[iii]. Luas hutan bakau berkurang dari 5.2 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3.2 juta hektar pada 1987 dan menciut lagi menjadi 2.4 juta hektar pada 1993 akibat maraknya konversi bagi kegiatan budidaya[iv]. Sumberdaya perikanan laut juga terancam oleh penggunaan teknik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan dan dengan kapasitas berlebih. Ekosistem pesisir dan lautan yang meliputi sekitar 2/3 dari total wilayah teritorial Indonesia dengan kekayaan alam yang sangat besar, kegiatan ekonominya hanya menyumbangkan sekitar 12% dari total GDP nasional[v].

Reformasi Pengelolaan Sumber-sumber Kehidupan

Mengingat pentingnya sumber-sumber kehidupan bagi keberlanjutan penghidupan Indonesia, maka perlu dilakukan reformasi kebijakan yang meliputi:

1. Penguatan perangkat hukum (legal framework) melalui pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dan hak atas penghidupan yang layak sebagai wujud hak dasar warganegara, meratifikasi hak ekonomi, sosial dan budaya dalam Deklarasi Umum HAM, inisiatif Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan melakukan kajian menyeluruh dan penundaan inisiatif peraturan sektoral yang terkait dengan sumberdaya alam
2. Penguatan kelembagaan (Institutional framework);
Intensitas pengurasan sumber daya alam dan perusakan lingkungan hidup dimungkinkan karena penataan kelembagaan di tingkat pemerintah tidak mendukung upaya-upaya perlindungan daya dukung ekosistem sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup. Lemahnya penataan kelembagaan dapat dibuktikan dengan dibiarkannya karakter dan fungsi Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Bapedal sebagai lembaga yang memiliki kewenangan terbatas hanya pada policy formulation and policy implementation coordination. Isu-isu lingkungan hidup yang diberikan pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Bapedal juga memiliki lingkup yang terbatas, karena pada dasarnya kewenangan di sektor sumber daya alam terdapat pada berbagai departemen teknis lain. Dengan demikian, penyusunan kebijakan lingkungan hidup dalam arti yang luas pun mengalami hambatan karena masih harus bergulat dengan menteri-menteri teknis lainnya yang pada umumnya masih berorientasi kuat pada pertumbuhan sektoral. Hal ini dapat dilihat dari keinginan setiap departemen teknis untuk meloloskan masing-masing undang-undang sektoral yang pada umumnya tidak mempertimbangkan segi keterbatasan daya dukung ekosistem sumber daya alam kita.
3. Pemberlakuan kebijakan yang bersifat mendesak (urgent action) melalui moratorium peraturan perundang-undangan sektoral, moratorium perizinan pemanfaatan sumber daya alam, pembentukan kelembagaan khusus yang bersifat independen untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa sumber daya alam dan melakukan evaluasi menyeluruh atas proses otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam.

ITB atas dasar BHMN

0

Written on 1:18 PM by Gredinov Sumanta Malsad

Apakah dengan terbentuknya ITB menjadi BHMN menjadikan ITB menjadi kampus yang lebih baik? Apakah kalian mengetahui mengapa bisa sampai adanya BHMN? Karena berdasarkan studi di jepang dan Inggris, PTN kita banyak yang tak effisien, kata Direktur Bidang Pembinaan Ketenagaan Dirjen Dikti Depdiknas Prof Sukamto. Beliau mengemukakan hal itu seusai menjadi pembicara seminar nasional “Pengembangan Pendidikan di Indonesia: Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era Global” yang diselenggarakan Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan diikuti sekitar 70 peserta dari PTN/PTS se-Indonesia.

Sekarang apakah ITB termasuk salah satu kampus yang kinerja nya tidak atau kurang effisien? Menurut Sukamto, konsep PT BHMN di Jepang sudah diberlakukan untuk semua perguruan tinggi terhitung sejak April 2004, sedangkan di Inggris juga sudah terbukti berjalan dengan bagus, namun untuk PT BHMN di Indonesia diberlakukan secara evolusioner karena kultur yang berbeda dengan luar negeri. “Sejak 1999, kita sudah memiliki empat PTN yang PT BHMN (UI, ITB, IPB, UGM) dan pada 2010 sudah ada 20 PTN yang menjadi PT BHMN. Untuk Jatim sendiri belum ada PTN yang menjadi PT BHMN,” katanya.

Menurut rangka reformasi di bidang pendidikan, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah disusun berdasarkan visi pendidikan nasional. Visi tersebut adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa, untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dalam hal ini pemerintah menyadari bahwa dengan perubahan zaman, maka sistem dalam bidang pendidikan juga harus mengalami perubahan berdasarkan perubahan zaman tersebut. Tapi apakah dengan ini berarti pendidikan kita telah terkomersialisasi?

Industri pendidikan (noble industri) yang berkualitas membutuhkan biaya yang tinggi dan mahal. Namun biaya ini tidak harus selalu dan melulu dibebankan pada mahasiswa, apalagi universitas BHMN yang saham mayoritasnya adalah milik pemerintah, berhubungan langsung dengan visi dan misi pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Bila pembebanan biaya hanya melulu pada mahasiswa, hal ini tak bedanya dengan universitas swasta yang sumber pendapatannya hanya berasal dari biaya pendidikan yang dibebankan pada mahasiswa. Kerelaan mahasiswa membayar biaya yang lebih tinggi harus diikuti dengan keterbukaan administrasi keuangan dalam hal pendanaan operasional, yang secara berkala diperiksa oleh auditing independent.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa kita sebagai mahasiswa harus waspada terhadap BHMN ini. Ini adalah beberapa hal yang terjadi dikalangan kampus ITB.

Pertama, partisipasi mahasiswa masih sangat rendah. Sosialisasi sangat kurang dan tidak utuh, baik menyangkut aspek kesiapan kita dalam menghadapi dampak positif-negatif dari BHMN terhadap kehidupan mahasiswa secara umum terutama budaya mahasiswa baru yang baru diterima sebagai mahasiswa ITB. Rektorat dianggap tidak terbuka, sembunyi-sembunyi, dan terlalu takut untuk membuka dialog secara umum di kalangan mahasiswa, sehingga bagi sebagian mahasiswa BHMN dianggap hanya untuk kepentingan elite di gedung rektorat. Padahal BHMN adalah sebuah langkah besar yang terkait dengan kehidupan mahasiswa di ITB sehingga pelaksanaannya harus memperoleh izin dari segenap lapisan.

Kedua, dipertanyakan siapa yang sesungguhnya menikmati pelaksanaan BHMN di ITB. Sebagaimana didengung-dengungkan bahwa pelaksanaan BHMN untuk menjadikan pendidikan lebih berkualitas dan berkeadilan. ITB memang masih tertinggal dalam segi kualitas pendidikan dibandingkan kampus-kampus lain dalam beberapa bidang. Kita merasakan bahwa kualitas yang tertinggal itu hanya dijadikan alasan pembenar namun tanpa ada-nya penyingkapan secara serius oleh institusi. Dirasakan ada kepentingan terselubung dari rencana tersebut yang sesungguhnya tidak bersentuhan dengan pemenuhan pendidikan yang berkualitas. Ini bisa dilihat dari bentuk terselubung swastanisasi ITB berupa seleksi mahasiswa baru yang tidak hanya berdasar pada diskriminasi intelektual tetapi juga diskriminasi tingkat ekonomi sehingga menimbulkan jurang sosial yang semakin lama dibiarkan akan semakin membesar dikalangan mahasiswa ITB.

Ketiga, sikap individualism yang semakin berkembang di ITB. Memang hal ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan dari system BHMN tapi hal ini salah satu merupakan dampak ada nya BHMN. Mungkin ini adalah sifat dasar dari orang-orang yang selalu menuntut ilmu (study oriented), apalagi dengan tidak diijinkannya ospek atau kaderisasi mahasiswa baru dikalangan ITB. Artinya, mereka (rektorat) memandang bahwa ospek atau kaderisasi adalah hal-hal yang tidak akan mengganggu aktifitas akademik mahasiswa yang akan hanya menghabiskan waktu dan dana dari ITB. Tapi apakah mereka tidak pernah menyadari dampak negatif dari adanya keputusan yang seperti itu, apalagi keputusan itu hanya diambil sepihak tanpa ada nya pembicaraan secara umum kepada mahasiswa. Rektorat dan mahasiswa ibaratkan sedang bermain kucing-kucingan disini, padahal seharusnya rektorat itu sendiri menjadi orang tua, tauladan yang baik bagi mahasiswa ITB.

tulisan ini berdasarkan beberapa data yang dianalisis kemudian ditambah sedikit pengamatan.

PT BHMN, tak Sekadar Menghapus Subsidi

0

Written on 3:33 AM by Gredinov Sumanta Malsad

Dikutip dari : www.pikiran-rakyat.co.id

IMPLEMENTASI Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/1999 yang mengharuskan perguruan tinggi negeri (PTN) menjalankan otonomi sudah memasuki tahun keenam. Konsekuensi dari PP tersebut, secara bertahap PTN harus mengubah statusnya dari semula PTN yang amat bergantung pada subsidi pemerintah, menjadi PT BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang berupaya untuk mengelola pembiayaan penyelenggaraan PT secara mandiri. Sejumlah biaya operasional PT yang harus ditanggung secara mandiri tersebut, di antaranya pembiayaan gaji staf akademik dan nonakademik serta pengadaan berbagai fasilitas perkuliahan (laboratorium, perpustakaan, dan lain-lain).

Saat ini dari 51 PTN di Indonesia, hanya beberapa yang sudah ber-BHMN, di antaranya ITB, UGM, UI, dan IPB. Mereka harus berupaya keras mencari sumber dana sendiri untuk membiayai kegiatan operasional kampus. Subsidi dana dari pemerintah masih ada, tetapi jumlahnya sangat minim sehingga PT ber-BHMN tidak bisa lagi mengandalkan dana pemerintah untuk kegiatan operasionalnya.

Salah satu cara yang digunakan mengatasi kekurangan dana adalah merekrut mahasiswa baru secara internal, yakni melalui program jalur khusus. Contohnya, di ITB, program jalur khusus tersebut dinamakan Ujian Saringan Masuk (USM) ITB Terpadu yang terdiri dari 3 jalur, yakni jalur Penelusuran Minat Bakat dan Potensi (PMBP), jalur penerimaan Fakultas Seni Rupa dan Desain (UMFSRD), dan jalur Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM).

Untuk jalur Ujian Saringan Masuk Penelusuran Minat Bakat dan Potensi (USM-PMBP), selain calon mahasiswa harus mengikuti ujian seleksi, bagi yang diterima, harus pula membayar sumbangan dana pendidikan awal (SDPA) minimal Rp 45 juta. Untuk jalur lainnya seperti jalur SBM, SDPA yang ditetapkan minimal Rp 60 juta. Sementara di UMFSRD, SDPA dibayar berdasarkan kemampuan finansial pendaftar.

Menurut Wakil Rektor I ITB, Dr. Adang Surahman, USM ITB 2006 yang dilaksanakan 6 Juni lalu diikuti sekira 4.000 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Meski tersedia rekrutmen melalui USM, kuota mahasiswa baru yang tersedia lewat jalur ini, sangat terbatas, hanya 30 persen. Selebihnya diambil dari seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) yang akan berlangsung awal Juli mendatang. Karena itu, sebagian besar mahasiswa ITB masih direkrut melalui SPMB.

Terkait dengan jumlah SDPA yang harus dibayar, kata Adang, tidak semua pendaftar mencantumkan SDPA sebesar Rp 45 juta. Jumlahnya bervariasi mulai dari Rp 0-Rp 100 juta. “Tidak ada yang di atas 100 juta,” katanya. Menurut Adang, seleksi USM dilakukan secara ketat, tidak melulu berdasarkan pada SDPA, tetapi kemampuan akademik, nalar, bakat dan minat peserta. Karena itu, meskipun ada yang sanggup membayar SDPA di atas Rp 100 juta pun, jika hasil USM di bawah standar yang telah ditentukan ITB, otomatis akan gagal.

Sebenarnya pembukaan jalur khusus bukan hanya dilakukan oleh PTN ber-BHMN, PTN biasa pun diperbolehkan melakukannya. Adalah hal salah jika menganggap pembukaan jalur khusus merupakan ciri PT ber-BHMN. Contohnya, Universitas Padjadjaran (Unpad) meskipun belum menjadi PT ber-BHMN, PT ini sejak tahun 1990-an sudah merekrut mahasiswanya melalui berbagai jalur, seperti program D-3, S-1 Ekstensi, dan kelas paralel. Baru-baru ini, Unpad juga menerima mahasiswa baru melalui Seleksi Mahasiswa Universitas Padjadjaran (SMUP). Di kampus ini, para calon mahasiswa harus mampu mengeluarkan uang mulai dari yang terkecil Rp 7 juta untuk Fakultas Sastra hingga yang tertinggi Rp 150 juta bagi Fakultas Kedokteran. Jumlah tersebut tak lain adalah “sumbangan” yang dibebankan kepada calon mahasisiwa jalur khusus, agar mereka bisa berkuliah di Unpad.

Bukan jumlah yang sedikit. Terlebih angka tersebut bisa dengan leluasa ditambah jumlahnya oleh siswa kalau mereka memiliki kemampuan ekonomi yang lebih. Calon mahasiswa boleh menambahkan jumlah sumbangan dengan kelipatan Rp 5 juta.

Koordinator Humas Universitas Padjadjaran, Drs. Hadi Suprapto Arifin, M.Si., di kantornya, mengatakan, sumbangan calon mahasiswa tidak memengaruhi hasil akhir seleksi. Calon siswa yang mengambil jalur khusus memang dibebani dengan biaya masuk pertama yang terbilang tinggi, tetapi prioritas bukan pada kelipatan uang yang disumbangkan.

“Kelipatan tidak berpengaruh, namun jika terdapat dua peserta dengan skor yang sama maka siswa yang sumbangannya lebih besar akan masuk,” tuturnya.

SMUP merupakan jalur khusus nonsubsidi yang ditawarkan Unpad untuk menjaring calon mahasiswa yang selain memiliki kemampuan akademis juga punya kemampuan ekonomi. Karena nonsubsidi maka biayanya pun jauh lebih tinggi. “Tapi, itu hanya sekali pada saat masuk sementara uang SPP per semester jumlahnya sama dengan yang menempuh jalur SPMB,” ujarnya.

Seharusnya, menurut Hadi, kalau harus dihitung-hitung, mahasiswa yang masuk melalui jalur khusus semestinya dibebankan lagi dengan biaya Rp 5,5 juta per tahun per mahasiswa. Mengingat mahasiswa jalur SPMB mendapat subsidi dari pemerintah sebesar angka tersebut setiap tahunnya.

“Tapi kan tidak seperti itu, dan sebetulnya mereka juga mendapat subsidi secara tidak langsung baik melalui fasilitas gedung yang merupakan milik pemerintah ataupun oleh para dosen sendiri,” kata dia.

Dari 8.700 peserta yang mengikuti SMUP beberapa waktu lalu, Hadi mengatakan, sebagian besar peserta mengisi sumbangan pada batas minimal sesuai dengan fakultasnya masing-masing. “Saya belum tahu berapa yang terbesar, tapi bisa saja kan ada yang menulis sampai Rp 300 juta,” ucapnya.

Kenapa jalur ini bisa begitu mahal? Hadi menjelaskan, salah satu alasannya adalah sistem penyaringan atau metode seleksi. Berbeda dengan seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) yang terdiri dari tes kemampuan akademis. “Dalam SMUP kita pakai tes kemampuan belajar yang mirip seperti psikotes. Dan tes inilah yang membutuhkan dana sangat besar,” ucapnya.

Tersedianya sejumlah jalur alternatif untuk masuk PTN tanpa harus SPMB, tidak lantas membuat masyarakat senang. Banyak yang kecewa karena mereka menilai kebijakan “jalur khusus” hanya mengakomodasi kepentingan orang-orang kaya. Padahal, fakta sosial menunjukkan, mayoritas penduduk Indonesia berasal dari golongan ekonomi menengah. Karena itu pula, kesempatan orang miskin untuk kuliah di PTN semakin sulit.

Akhirnya mereka sulit maju karena akses untuk mendapatkan pendidikan terhambat oleh biaya kuliah yang tinggi. Bukankah di dalam Pasal 31 ayat 1 disebutkan “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Melakukan sejumlah perubahan manajemen PTN untuk meningkatkan kualitas PTN adalah hal yang sangat baik. Tetapi, perubahan itu jangan menghilangkan kesempatan penduduk miskin untuk mendapatkan haknya. Apalagi PTN selama ini dikenal sebagai PT yang menerapkan biaya murah. Kalau parameter uang sudah dijadikan salah satu syarat penting dalam perekrutan mahasiswa baru, maka yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Apabila pintu untuk mendapat pendidikan bagi masyarakat yang termarginalkan sudah ditutup, bagaimana mereka bisa memperbaiki tingkat kehidupannya? (Huminca/Nuryani/”PR”)***

Warning-Greenday *not only lyrics

0

Written on 6:40 PM by Gredinov Sumanta Malsad

This is a public service anouncement, this is only a test
Emergency evacuation process
May Impair your ability to operate machinery
Can’t quite tell just what it means to me
Keep out of reach of children, don’t you talk to strangers
Get your philoshophy from a bumper sticker

Warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Without. Alright.

Mental homes and safety self communities.
Did you remember to the pay the utility?
Gosh Darn Police Line You Better Not Cross!
Is it the cop, or am I the one thats really dangerous?
Sanitation, expiration date, question everything.
Oh shut up and be a victim of authority

Warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Without. Alright.

Mental homes and saftey shelf communities.
Did you remember to pay the pay the utility?
Gosh Darn Police Line You Better Not Cross!
Is it the cop, or am I the one that’s really dangerous
Sanitation, expiration date, question everything.
Oh shut up and be a victim of authority

Warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
Say warning. Live without warning
This is a public service anouncement, this is only a test



Hidup ini tanpa ada peringatan. Begitu juga terjadi pada diri gw kemaren jam 1.30 dini hari, gw tiba-tiba mendapat telepon dari nyokap gw yang mengabarkan bahwa almarhumah Oma gw udah berpulang ke rahmatullah.
Yang membuat gw sangat menyesal disini, gw tidak dapat bertemu oma gw untuk terakhir kalinya dan tidak dapat menemani disaat akhir hayatnya. Jika gw sempat mendapat peringatan sebelum hal ini terjadi, mungkin gw dari 2 minggu kemaren di jakarta, gw ga bakal balik-balik kebandung dulu sampai hari ini. Karena 2 minggu kemaren, gw ketemu oma gw dan beliau masih dalam keadaan sehat-sehat saja. Dan kenapa ortu gw tidak memberi kabar bahwa beliau dirawat di rumah sakit pada hari itu.

Mungkin lagu ini kurang cocok dengan kejadian meninggalnya almarhumah oma gw. Tapi disini yang ingin gw tekankan adalah hidup ini tanpa peringatan. Kita harus siap sedia untuk menghadapi hari esok, jangan sampai kita menyesal kemudian hari.

Hidup ini adalah cobaan teman.
segala senang dan susah semua itu cobaan.
Sekarang tergantung kita bagaimana menyingkapi segala cobaan itu.

--------------------------------------------------------------------------------- -----------------------------------------------------------------------------------